Minggu, 01 Mei 2016
Misteri Menembus Alam Gaib
Misteri Menembus Alam Gaib
Misteri Menembus Alam Gaib
aku dan kelima temanku (Oki, Ahmad, Rivan, Trisno dan Ghofur) berencana untuk merayakan
pergantian tahun di puncak Gunung Gede. Pada saat pendakian sampai kami merayakan malam
pergantian tahun, kami tidak terlalu mengalami hal-hal yang aneh, meskipun sesekali terdengar
seperti ada suara bebek di tengah malam.
Hingga akhirnya, pada saat kita turun gunung, kami pun sempat beristirahat di sebuah tempat seperti
lapangan yang luas, dan aku melihat jam menunjukkan pukul 15.00. Setelah 10 menitan kami
beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan.
Saat itu aku kebelet untuk buang air kecil, dan akupun buang air kecil di bawah pohon yang tidak
terlalu tinggi, dan pohonnya pun kering. Di bawah pohon itu ada sebuah lubang yang tidak terlalu
besar dan aku buang air kecil disana.�
Setelah selesai, tiba-tiba seperti ada yang masuk ke mataku. Satu menit aku memejamkan mata,
akupun merasa aneh, sepertinya aku ditinggal temanku. Aku terus mencari temanku, hingga haripun
mulai gelap.
Aku yang hanya ditemani cahaya dari senterku terus menelusuri jalan yang gelap dengan sedikit
berlinang air mata. Tiba-tiba saja, dari kejauhan aku menemukan cahaya lampu. Yah, lampu rumah
penduduk yang hanya ada 8 rumah di sana. Akupun kembali lega dan berjalan menuju rumah
penduduk itu yang berbentuk seperti rumah panggung.
Setelah sampai, aku langsung mengetuk pintu, dan keluarlah dari balik pintu seorang nenek yang
belum terlalu tua dengan senyum ramahnya.
Nenek itu pun yang bernama Nenek Jamilah mempersilahkank�u masuk dan aku pun menceritakan
apa yang baru saja aku alami dan berencana untuk menginap satu malam di sini. Menurut Nenek
Jamilah memang banyak pendaki yang sering tersesat di gunung ini jika kita berlaku tidak sopan
atau sesumbar.
Setelah Nenek Jamilah memasak, aku pun makan bersama Nenek Jamilah dan cucu wanitanya yang
kira-kira berumur 15th. Setelah makan akupun pamit tidur untuk keesokan harinya mencari temanku.
Malampun berganti pagi, akupun bangun dan segera bersiap-siap.
Nenek Jamilah menawariku makan tapi aku menolaknya dengan dalih aku harus buru-buru mencari
temanku. Akhirnya Nenek Jamilah pun membekalkan makanan yang disimpan di dalam boboko
(tempat nasi) kepadaku.
Setelah aku siap, aku pun berpamitan. Nenek Jamilah memberikan aku satu batang emas. Yah, satu
batang emas yang sangat berkilau. Akupun tertegun dan menerimanya begitu saja.
Aku pun berpamitan dan Nenek Jamilah mengingatkan sesuatu padaku, “Nanti di depan, kalau udah
lewatin deretan pohon bambu, kamu jangan menoleh ke belakang.”
Akupun pergi dan setelah melewati pohon bambu yang Nenek Jamilah maksud, rasa penasaranku
pun muncul dan aku menoleh ke belakang.
Astaga sekarang yang terlihat olehku adalah pohon beringin tua besar dan dikelilingi oleh kuburan-
kuburan� yang tua tak terurus. Batinku bicara, “Di mana rumah-rumah panggung tadi? Dan di mana
Nenek Jamilah bersama cucunya itu?”
Dalam kepanikanku tiba-tiba saja seperti ada yang merayap di tanganku. Setelah aku lihat. hah,
sekumpulan belatung keluar dari dalam boboko. Spontan aku lempar boboko itu, dan ternyata dalam
boboko itu isinya adalah belatung yang sangat banyak dan jari-jari manusia, serta batangan emas
yang nenek Jamilah berikan padaku berubah menjadi batang pohon pisang yang telah membusuk.
Akupun lemas, dan sayup-sayup mataku tertutup, hingga akhirnya aku terbangun oleh teriakan
seseorang yang memanggil namaku. Dalam kejauhan aku melihat temanku Rifan, Oki, dan Ahmad
yang berlari ke arahku dan memelukku erat.
Temanku Ahmad berkata, “Kamu ke mana aja? Kami udah satu minggu mencari kamu.”
Hah?? Satu minggu, Padahal aku merasakannya hanya satu malam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar